Selasa, 19 November 2013

opini-jurnalistik. Kota Depok

                 Depok merupakan kota yang sangat strategis untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat untuk bekerja. Karena Depok terletak diantara Jakarta dam Bogor yang dimana semua kegiatan perekonomian terjadi di kota tersebut. Namun yang sangat disayangkan adalah tata kota Depok yang belom begitu sempurna sehingga banyaknya bangunan yang tidak perlu. Belom lagi sistem pemerintahannya yang menurut penduduk kota Depok itu sendiri sangatlah buruk. Bagaimana tidak ? Dalam menanggapi banyak kritik dan masukan, Pemkot Depok dinilai sangat lambat dan tidak responsif. Seperti contohnya kritik soal pembangunan jembatan penyeberangan. Bertahun-tahun lebih kota Depok tidak memiliki cukup jembatan penyeberangan. Terhitung hanya ada 2 jembatan penyeberangan, yaitu di antara pusat perbelanjaan Depok Town Square dan Margo City, dan yang kedua diantara Plaza Depok dan Terminal Depok Baru. Penduduk memprotes Pemkot Depok karena tidak membuat jembatan penyeberangan yang menghubungkan suatu jalan dengan sekolah/tempat belajar di seberang. Serta tidak adanya jembatan penyeberangan dari mulai depan Universitas Gunadarma sampai gapura batas antara Margonda dan Jalan Akses UI.
                Baru pada tahun 2013 ini Pemkot Depok sudah mulai membangun jembatan penyeberangan. Salah satunya yang menghubungkan Margonda Residence dengan bangunan yang diseberangnya. Tidak cuma itu, akhir tahun 2011 sampai tahun 2012 kemarin Pemkot Depok mulai memperbaiki jalan jalan yang rusak di sekitar Kota Depok dan dengan cepat mengerahkan beberapa petugas kebersihan dan pertamanan agar kota Depok lebih bersih dan asri. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah kemanakah Pemkot Depok pada awal tahun 2011 ? Dimanakah Pemkot Depok ketika rakyat sudah mengkritik mereka soal tata kota yang buruk ? Dari yang sudah baca di media cetak maupun media elektronik, pemerintah mengaku sedang menyusun agenda untuk menata kota agar lebih baik lagi. Benarkah itu alasannya ? Mungkin iya, mungkin tidak.

                Menurut saya, Kota Depok sudah cukup tertata. Hanya saja banyak bagian bagian di kota Depok yang belum diperhatikan oleh pemerintahnya. Kurangnya pepohonan di sisi sisi jalan membuat Depok terkesan seperti gurun; panas dan kering. Juga dengan minimnya jembatan penyeberangan membuat Depok pantas untuk dibilang kota yang seperti jalan tol; jalanan yang besar, kurangnya pepohonan, minimnya jembatan penyeberangan, dan beberapa kendaraan yang melaju kencang layaknya di jalan tol. Pendapat saya, Pemkot Depok harus lebih gesit dan cepat dalam menanggapi beberapa permasalahan di kota Depok. Baik yang mayor maupun yang minor. Juga dengan lebih memperhatikan tata kotanya dan memperbaikinya agar lebih tertata lagi.

investigasi-jurnalistik. Anak Kecil Dibebaskan, Penculik Kena Hukuman Pidana 7 Tahun

                Seorang anak perempuan bernama Akiko Tani (6) yang diculik oleh seseorang, sebut saja Mr. X, telah dibebaskan oleh penculik. Setelah tertangkap oleh seorang detektif bernama Kogoro Mouri serta seorang detektif SMA bernama Shinichi Kudo, akhirnya penculik tersebut menyerahkan diri ke Kepolisian Teitan.
                Setelah ditelusuri oleh pihak kepolisian dan detektif, diketahui bahwa penculikan tersebut direncanakan oleh anak perempuan itu sendiri, Akiko Tani. Akiko mengaku dia tidak mempunyai waktu luang bersama ayahnya dan merencanakan penculikan ini agar ayahnya bisa memperhatikan dirinya. Tetapi penculikan main-main tersebut menjadi penculikan nyata. “Saya sangat shock ketika mendengar putri saya telah diculik. Waktu itu saya telah pulang dari bekerja dan mengetahui bahwa Akiko tidak berada dirumah” ucap sang ayah, Hayato Tani.

                Penculik meminta tebusan sebesar 10 miliar dolar Amerika atau setara 1 triliun yen. Setelah ditahan semalaman oleh penculik, Akiko dibebaskan setelah penculik tersebut ditangkap. “Mr. X  terjerat pasal berlapis. Yaitu pasal penculikan, mengonsumsi zat adiktif, dan memiliki senjata api ilegal. Kami sudah memutuskan di pengadilan untuk memvonis terdakwa selama 7 tahun” ucap Ketua Inspektur Kepolisian Teitan, Juzo Megure.

feature-jurnalistik. Pendakian Gunung Kencana

Hujan deras turun sejak pagi tadi, air jernih ini mulai merayap nyusup ke celah – celah dinding base camp  bilik bambu yang sudah tua dan lapuk, kemudian masuk menuju lubang –lubang menganga dari atap terpal yang telah lusuh dimakan usia dan meluncur turun dengan indah ke pendaratan terakhir, yaitu di kepala para pencinta alam yang sedang beristirahat didalamnya.
Setelah 3 jam menunggu, senja mulai datang. Kegelisahan dan rasa cemas terlihat jelas di wajah masing – masing pendaki, tetapi tidak demikian halnya dengan pak Wawan, sang ketua regu yang juga merangkap jabatan sebagai ketua umum Pecinta Gunung Jawa Barat / PGJB, senyum manisnya yang selalu tersungging menghiasi wajahnya dan pembawaannya yang tenang membawa enegi positif bagi seluruh peserta yang hendak mendaki gunung Kencana di Banten ini.
± 30 menit kemudian, pak Wawan meminta kepada seluruh pendaki untuk melakukan doa bersama, menurut agama dan kepercayaannya masing – masing dan di pimpin oleh mang Kabayan, ketua tim relawan yang juga memilki side job sebagai pengendali cuaca, alias “ pawang hujan “.
Gunung yang masih “ perawan “ di Banten Selatan ini tidak setinggi gunung Anak Krakatau, sehingga pendakian menuju puncaknya tidaklah terlalu berat, satu – satunya cara untuk menembus hutan ini adalah hanya dengan berjalan kaki, namun penuh dengan kesabaran ekstra dan hanya orang – orang yang memiliki stamina jasmani prima, selalu eling dan waspada yang dapat lolos dengan selamat pada ujian alam tersebut.
Malam telah datang. Pak Wawan meminta kepada para anggota yang bergabung dalam PGJB agar selau siaga dan waspada selama pendakian, karena berdasarkan pengalamannya terdahulu, untuk menuju ke kampung suku Badui Dalam di pedalaman Banten, masih banyak berkeliaran hewan buas, mulai dari ular, kucing hutan sampai harimau.
Keangkeran gunung yang diapit oleh desa Malingping dan Bayah ini sangat terkenal, selain hewan buas, berkeliaran jug babi ngepet dan siluman maong yang bisa di lihat dengan mata telanjang.
Tiba – tiba, kesunyian di dalam hutan yang mempunyai perubahan cuaca ekstrim di malam hari ini, pecah oleh suara senapan yang meletus, ternyata pak Wawan sedang membidik seekor babi hutan yang sedang mengamuk, menyeruduki para peserta pendaki dibarisan belakang tanpa ampun. Akhirnya babi hutan itu mati terkena peluru panas yang keluar dari mulut “ Si Hitam “ milik  pak Wawan.
Diluar dugaan, tiba – tiba datang seekor babi hutan yang ukuran tubuhnya sebesar anak sapi. Alangkah kagetnya kami semua, dengan sigap pak Wawan dan tim relawan yang telah terlatih dengan baik untuk pendakian ini, memberikan peringatan agar kami jangan melawan dan jangan lari, tetapi kami semua di minta segera berjongkok serempak.
Ajaib! 5 menit kemudian giant pig segera berlalu, pergi meninggalkan kami yang masih ketakutan menuju hutan dan akhirnya menghilang ditelan gelapnya malam.
Jam menunjukkan pukul 3.00 WIB, berarti sebentar lagi Subuh akan datang. Tetapi kami masih di dalam hutan, mencari jalan untuk menuju puncak gunung Kencana.
Putus asa sudah di depan mata, tetapi tidak demikian dengan Mang Kabayan, segera dia keluarkan seperangkat peta elektronik yang di bawanya dari Jakarta, setelah doa – doa mustajabnya tidak ampuh lagi.
Peta digital menunjukkan adanya jalan setapak tak jauh dari tempat kami bertemu dengan babi hutan raksasa semalam, tim relawan segera menyelidiki keabsahan alat elektronik tersebut dan ternyata memang benar ada.
Akhirnya kami sampai ditempat tujuan, yaitu desa dimana suku Badui Dalam ( penduduk asli Banten ) bertempat tinggal. Anehnya, selama dalam perjalanan, kami tidak menemukan jalan menuju puncak gunung Kencana, malahan langsung ke desa dan pada peta elektronik tersebut  tidak ditemukan lokasi gunung Kencana, tetapi menunjukkan adanya jejak kaki yang cukup jelas terlihat di tanah yang telah kami lalui.

Kemudian  “ Hei kalian!, tahun depan siapa yang mau ikut dengan saya taklukkan gunung Everest.” Teriak pak Wawan sambil melepas tawa, tanda puas dan mengelus – elus “ Si Hitam “ kesayangannya.

news jurnalistik. Shinichi Kudo Meraih Medali Emas

                Shinichi Kudo, siswa dari SMA Teitan, meraih medali emas dalam kompetisi The National Detective Game yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang, tanggal 21-25 Agustus.
                Diwawancarai oleh Teitan News, Shinichi Kudo mengatakan dia bisa mengalahkan lawan terakhirnyaHeiji Hattori dari Osaka, yang menurutnya itu adalah kompetisi akhir yang begitu sengit. “Dari pertama aku bertanding di kompetisi ini, banyak peserta yang hebat. Tapi memang hanya dia yang menurutku yang terbaik. Aku senang di akhir permainan aku bisa mengalahkannya. Dia adalah yang terbaik dari barat, sedangkan aku berasal dari timur.” ucapnya.
                “Dia tidak bisa ditandingi oleh siapapun, bahkan olehku. Sampai saat ini belum ada yang bisa menandinginya sepengetahuanku. Dia memang benar-benar mempunyai bakat alami yang tidak dimiliki oleh siapapun. Bila ada, mungkin tidak akan pernah sehebat dia.” ucap Heiji Hattori yang diwawancarai oleh Teitan News diakhir pertandingan.

                Lebih dari 100 peserta mengikuti kompetisi ini. Dia bukanlah satu-satunya orang Teitan yang memenangkan medali emas dalam kompetisi ini. Yusaku Kudo, bapaknya, memenangkan medali emas dalam kompetisi The National Detective Game sekitar 20 tahun yang lalu di Tokyo.