PENGENDALIAN DIRI
NAMA : DANU DWIKARYA
NPM : 11611741
KELAS : 2SA02
BAB I
LATAR BELAKANG DAN TUJUAN
LATAR BELAKANG
-
Mengetahui bagaimana cara mengendalikan diri
yang baik dan benar.
-
Mengetahui pengertian dari pengendalian diri itu
sendiri.
-
Mengetahui jenis-jenis dari pengendalian diri
dan menerapkannya.
TUJUAN
Agar kita sebagai manusia dapat
mengendalikan diri kita disaat sedang dipancing emosinya dan jangan sampai diri
kita dikendalikan oleh emosi
BAB II
PEMBAHASAN
PENGENDALIAN DIRI
Mengendalikan diri kita sendiri sebenarnya tidak sulit. Apabila tidak
bisa mengendalikan emosi pada diri anda, kemungkinan perilaku anda pun
berantakan, dan hal ini akan berdampak negatif untuk anda. Tapi emosi seperti
itu pasti bisa anda kontrol. Maka dari
itu, kita harus tahu apa itu pengendalian diri dan cara apa saja agar kita bisa
mengendalikan diri kita sendiri.
Pengendalian diri merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam
menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya
sebagai individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Mengontrol
diri kita sendiri sebenarnya tidak sulit. Apabila Apabila tidak bisa mengontrol
emosi pada diri anda, kemungkinan perilaku anda pun berantakan, dan hal ini
akan berdampak negatif untuk anda. Tapi emosi seperti itu pasti bisa anda
kontrol.
Pengertian
Serasi, Selaras Dan Seimbang Dalam Pengendalian Diri :
-
Serasi adalah kesesuaian / kesamaan antar semua
unsur pendukung agar menghasilkan keterpaduan yang utuh.
-
Seimbang adalah jumlah yang sama besar antara
hak dan kewajiban.
-
Selaras adalah suatu hubungan baik yang dapat
menciptakan ketentraman lahir dan batin.
Di dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari terdapat nilai dan norma
yang berlaku secara umum serta harus kita hormati dan jalankan sebagai warga
masyarakat yang baik. Hukum pun ada untuk mengatur warga masyarakatnya secara
paksa untuk mengendalikan setiap manusia yang ada di masyarakat tersebut.
Contoh
Sikap Dan Perilaku Pengendalian Diri :
1. Dalam
Keluarga
-
Hidup sederhana dan tidak suka pamer harta
kekayaan dan kelebihannya.
-
Tidak mengganggu ketentraman anggota keluarga
lain.
-
Tunduk dan taat terhadap aturan serta perintah
orang tua.
2. Dalam
Masyarakat
-
Mencari sahabat sebanyak-banyaknya dan membenci
permusuhan
-
Saling menghormati dan menghargai orang lain
-
Mengutamakan kepentingan bersama daripada
kepentingan pribadi
-
Mengikuti segara aturan yang berlaku dalam
masyarakat
3. Dalam
Lingkungan Sekolah Dan Kampus
-
Patuh dan taat pada peraturan di sekolah
-
Menghormati dan menghargai teman, guru,
karyawan, dll
-
Berani mengatakan tidak pada ajakan dan paksaan
tawuran pelajar / tawuran mahasiswa serta perbuatan tercela
-
Hidup penuh kesederhanaan, tidak sombong dan
gengsian
Lima
jenis pengendalian diri :
1.
Pengendalian diri melalui kemoralan
(Sila-samvara)
berarti
mengontrol kata-kata dan perbuatan sesuai dengan peraturan atau disiplin
masyarakat atau berkelompok.
2.
Pengendalian diri melalui perhatian
(Sati-samvara)
berarti
sadar, tidak dibawa oleh keserakahan atau kebencian pada saat melihat,
mendengar, mencium, mengecap, menyentuh atau berpikir. Sadar sebelum dan
sewaktu berpikir, berbicara dan
berbuat,
tidak lengah dalam saat-saat apapun, adalah segi lain dari pengendalian melalui
perhatian.
3.
Pengendalian diri melalui pandangan terang
(Nana-samvara)
berarti
merenungkan hakekat dari empat kebutuhan-kebutuhan hidup (pakaian, makanan,
tempat tinggal, obat-obatan) dan tujuan sesungguhnya dalam menggunakan mereka,
tidak terseret oleh keinginan serakah. Menggunakan atau menempatkan pandangan
terang yang telah dicapai sewaktu berhubungan dengan orang-orang atau sewaktu
menghadapi persoalan adalah arti dari bentuk pengendalian diri ini juga.
4.
Pengendalian diri melalui kesadaran
(khanti-samvara)
Memiliki kesabaran pada saat menghadapi
kelaparan, sakit, kesukaran-kesukaran, gangguan-gangguan (seperti
gangguan-gangguan dari serangga-serangga) hinaan-hinaan dan
pengalaman-pengalaman lain yang tidak menyenangkan adalah arti yang dimaksudkan
dengan pengendalian diri melalui kesabaran.
5.
Pengendalian diri melalui usaha atau semangat
(Viriya-samvara)
Pengendalian
diri melalui usaha berarti menghilangkan pikiran-pikiran jahat. Itu dapat juga
ditujukan pada empat rangkaian praktek usaha-usaha : memupuk kebaikan yang
telah ada, mengembangkan kebaikan baru yang belum dimiliki, meninggalkan
keburukan yang telah dimiliki dan mencegah timbulnya keburukan-keburukan baru.
Lima Jurus
/ Tips Pengendalian Diri
-
Jurus pertama adalah mengendalikan diri dengan
menggunakan prinsip kemoralan. Setiap agama pasti mengajarkan kemoralan,
misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak menipu, tidak berbohong, tidak
mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila. Saat ada dorongan hati untuk
melakukan sesuatu yang negatif, coba larikan ke rambu-rambu kemoralan. Apakah
yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai moral dan
agama? Misalnya kita mendapat kesempatan untuk mendapat untung dengan cara yang
tidak wajar. Bahasa yang lebih langsung adalah kesempatan untuk korupsi. Saat
terjadi konflik diri antara ya atau tidak, mau melakukan atau tidak, kita dapat
mengacu pada prinsip moral di atas. Agama mengajarkan kita untuk tidak mencuri
atau mengambil barang yang bukan milik kita, tanpa seijin pemiliknya. Kalau
kita teguh dengan prinsip moral ini maka kita tidak akan mau korupsi. Korupsi
itu dosa. Korupsi itu karma buruk. Bisa masuk neraka, lho.
-
Jurus kedua pengendalian diri adalah dengan
menggunakan kesadaran. Kita sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang
negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan
yang muncul. Dengan demikian mereka langsung lumpuh dan dikuasai oleh pikiran
dan perasaan mereka. Misalnya, seseorang menghina atau menyinggung kita. Kita
marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka saat emosi marah ini
muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai kemarahan ini. Jika
kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat emosi marah ini muncul. Kita
akan tahu saat emosi ini mulai mencengkeram dan menguasai diri kita. Kita tahu
saat kita akan melakukan tindakan ”bodoh” yang seharusnya tidak kita lakukan. Saat
kita berhasil mengamati emosi maka kita dapat langsung menghentikan
pengaruhnya. Kalau masih belum bisa atau dirasa berat sekali untuk
mengendalikan diri, larikan pikiran kita pada prinsip moral. Biasanya kita akan
lebih mampu mengendalikan diri.
-
Lakukan jurus ketiga yaitu dengan perenungan.
Saat kita sudah benar-benar tidak tahan, mau ”meledak” karena dikuasai emosi,
saat kita mau marah besar, coba lakukan perenungan. Tanyakan pada diri sendiri
pertanyaan, misalnya: Apa sih untungnya saya marah? Apakah benar reaksi saya
seperti ini? Mengapa saya marah ya? Apakah alasan saya marah ini sudah benar? Kalau
saya marah dan sampai melakukan tindakan yang ”bodoh”, nanti reputasi saya
rusak, kan saya yang rugi sendiri. Dengan melakukan perenungan kerap kali maka
kita akan mampu mengendalikan diri. Prinsip kerjanya sebenarnya sederhana. Saat
emosi aktif maka logika kita nggak akan jalan. Demikian pula sebaliknya. Jadi,
saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam maka kadar
kekuatan emosi atau keinginan kita akan menurun.
-
Jurus keempat pengendalian diri adalah dengan
menggunakan kesabaran. Emosi naik, turun, timbul, tenggelam, datang, dan pergi
seperti halnya pikiran. Saat emosi bergejolak sadari bahwa ini hanya sementara.
Usahakan tidak larut dalam emosi. Gunakan kesabaran, tunggu sampai emosi ini
surut, baru berpikir untuk menentukan respon yang bijaksana dan bertanggung
jawab. Oh ya, tahukah Anda bahwa kata bertanggung jawab itu dalam bahasa
Inggris adalah responsibility, yang bila kita pecah menjadi response-ability
atau kemampuan memberikan respon?
-
Jurus kelima yaitu menyibukkan diri dengan
pikiran atau aktivitas yang positif. Pikiran hanya bisa memikirkan satu hal
dalam suatu saat. Ibarat layar bioskop, film yang ditampilkan hanya bisa satu
film dalam suatu saat. Nah, film yang muncul di layar pikiran inilah yang
mempengaruhi emosi dan persepsi kita. Saat kita berhasil memaksa diri
memikirkan hanya hal-hal yang positif maka film di layar pikiran kita juga
berubah. Dengan demikian pengaruh dari keinginan atau suatu emosi akan mereda.
Pengendalian Diri Dalam Panca Yama Brata
Panca yama brata adalah lima
macam pengendalian diri tingkat pertama untuk mencapai kesempurnaan dan
kesucian jasmani. Panca yama brata harus dilakukan paling awal, karena setelah
terbebas dari perbuatan-perbuatan yang kotor akan mampu membuat pikiran dan
hati menjadi suci. Dengan kesucian pikiran dan hati terbebas dari beban
perbuatan kotor yang dilakukan oleh badan jasmani akan mampu menenangkan
pikiran dan pemusatan pikiran pun akan dapat dilakukan untuk melaksanakan
kesucian bathin.
Bagian-bagian
panca yama brata yang diuraikan dalam silakrama adalah Ahimsa, Brahmacari,
Satya, Awyawahara/awyawaharika, dan Astainya/asteya. Berikut ini akan
dijelaskan dari masing-masing bagian tersebut.
1. Ahimsa
Kata ahimsa sudah tidak asing
lagi didengar dalam masyarakat. Ahimsa
berarti tidak membunuh ataupun menyakiti. Menurut ahimsa mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan, perkataan, dan
pikiran yang dapat menyakiti orang ataupun mahluk lainnya. Melakukan perbuatan
seperti menyakiti sangat dilarang oleh Agama Hindu. Apabila perbuatan.
Perkataan, ataupun pikiran yang menyakitkan itu dilakukan tentunya akan terus
membekas dalam alam pikiran yang akan membuat sipelaku selalu dalam keadaan
bingung dan gelisah. Dengan keadaan seperti itu maka suatu ketenang pikiran
tidak akan bisa tercapai.
Pembunuhan dapat dilakukan bila tidak didasari oleh dorongan nafsu dan
indria, tetapi didasarkan pada sastra. Dalam sastra terdapat pengecualian bahwa
pembunuhan itu dapat dilakukan, yaitu :
1. Dewa puja : yaitu
pembunuhan dibenarkan untuk tujuan yajna
atau dipersembahkan kepada tuhan;
2. Untuk kepentingan dharma;
3. Atiti puja : yaitu untuk diberikan kepada tamu;
4. Menjalankan swadharma kehidupan rumah tangga;
5. Untuk kesehatan;
6. Melindungi diri dari
segala ancaman pembunuhan;
7. Tidak dilatar belakangi
oleh sad ripu.
Tujuh bentuk
pengecualian tersebut duiraikan dalam sila
kramaning aguron-guron (wrespati tattwa). Namun sebelum melakukan suatu
pembunuhan terlebih dahulu melakukan upacara. Seperti di bali dikenal yang namanya
mapapada yaitu memberikan doa terhadap binatang yang akan dijadikan
persembahan. Upacara mapapada
dilakukan pada binatang yang berkaki empat seperti babi, sapid an lain-lain.
2. Brahmacari
Brahmacari merupakan masa menuntut ilmu.
Tahapan hidup dengan tahapan belajar dibedakan atas dua masa yaitu :
1. Brahmacari
saat usia lajang atau belum menikah;
2. Brahmacari pada masa berumah tangga.
Pada
brahmacari yang memiliki pengertian pertama tersebut adalah masa menuntut
ataupun masa belajar dari guru dan sastra agama. Pada masa ini harus
benar-benar belajar tanpa menghiraukan kehidupan duniawi, dalam artian bahwa
pada masa ini kita harus mampu mengendalikan diri dari segala godaan nafsu
dunia agar konsentrasi dalam belajar dapat tercapai.
3. Satya
Satya berarti setia,
kejujuran, dan kebenaran. Satya ini
harus dipelajari dan dilaksanakan khususnya bagi seorang calon diksa agar
setelah natinya menjadi pandita dapat
menjadi tauladan atau panutan bagi umatnya. Ajaran tentang kesetiaan, kejujuran
dan menjaga suatu kebenaran akan dapat dilakukan setelah terbiasa. Jadi sebelum
menjadi seorang pandita maka terlebih
dahulu harus membiasakan diri untuk menjalankan ajaran satya.
Ajaran satya ini dapat dibagi menjadi lima yang
disebut dengan panca satya, yaitu:
1. Satya laksana ; yaitu setia pada perbuatan. Hidup sebagai manusia
yang dipengaruhi oleh triguna maka
seringkali manusia tidak mengakui apa yang telah ia lakukan. Dalam satya laksana yang dipentingkan adalah
bagaimana manusia mampu bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan. Maka
berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Manusia juga harus jujur dan
selalu melakukan perbuatan yang berdasarkan pada ajaran dharma. Segala bentuk
perbuatan yang adharma harus bisa
dikendalikan dengan menumbuhkan sifat satwam didalam diri.
2. Satya mitra : yaitu setia terhadap sahabat. Artinya dalam mencari
sahabat hendaknya didasari atas kejujuran. Dewasa ini kebanyakan manusia dalam
mencari teman hanya untuk kepentingan sendiri. Hal ini dikarenakan manusia
hanya ingin mencari keuntungan dalam pertemanan sehingga ketika pada waktunya
teman atau sahabat itu tidak memberikan suatu keuntungan maka ia akan
meninggalkan temannya. Sikap inilah yang harus dikendalikan dan dihindari,
karena tidak ada harta yang lebih berarti dari sahabat.
3. Satya wacana : yaitu setia terhadap kata-kata. Artinya manusia
harus berbicara jujur, apa adanya dan sesuai dengan kebenaran. Kita harus mampu
menghindari dan mengendalikan diri dari perkataan yang tidak benar, palsu ataupun
memfitnah. Karena fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
4. Satya semaya : yaitu setia terhadap janji. Seringkali dalam
kehidupan ini manusia memberikan janji-janji palsu dan ini sering dilakukan
oleh calon wakil rakyat ataupun pemimpin. Ini harus dihindari, karena sekali
berbohong akan menimbulkan kebohongan yang lain. Tidak mampu menepati janji
akan selalu membawa kegelisahan dalam hati dan pikiran sehingga ketenangan yang
diharapkan pun tidak dapat dicapai.
5. Satya hredaya : yaitu setia pada kata hati. Seringkali kita dalam
melakukan dan berkata bertentangan dengan kata hati. Pikiran yang tidak benar
atau negative thinking harus dihindari. Karena pikiran yang tidak baik akan
mendorong manusia untuk berkata dan berbuat yang bertentangan dengan dharma.
4. Awyawahara
Awyawahara berarti tidak
terikat pada kehidupan duniawi (tan
awiwada). Dalam kehidupan ini harus mampu mengendalikan indria dari obyek
duniawi. Karena bila indria yang mengendalikan manusia maka ia akan terjerumus
dalam kesengsaraan. Kesengsaraan itu timbul dari dalam diri manusia yang tidak
pernah merasa puas terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Ketertarikan
terhadap benda duniawi akan membuat manusia selalu tenggelam dalam awidya.
Setelah menjadi seorang pandita, maka yang bersangkutan tidak
dibenarkan melakukan kegiatan jual beli dengan tedensi keuntungan yang
berlipat-lipat, simpan pinjam (rna rni)
dan memperlihatkan kepandaian serta memupuk dosa kecuali menjaga harta warisan,
menjaga keutuhan keluarga, dan kesejahteraan istri, anak dan cucu.
5. Asteya
Asteya berarti tidak mencuri
atau memperkosa milik orang lain seperti angutil,
anumpu, dan abegal. Dalam
silakrama disebutkan sebagai berikut :
"apabila
seorang wiku berjalan jauh dan dalam perjalanan haus dan lapar lalu mengambil
tumbuhan milik orang tanpa bilang hanya sebatas penghilang haus dan lapar maka
ia terlepas dari dosa"
Ini berarti
bahwa siapapun orangnya khususnya pandita diperbolehkan mengambil milik orang
lain ketika ia merasa haus dan lapar dalam perjalanan jauh. Tetapi barang yang
diambil hanya sebatas untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Tentu tidak
dibenarkan barang yang diambil melebihi keperluan apalagi sampai dijual. Segala
perbuatan hendaknya tidak didasari oleh sad ripu.
Jadi, segala
keinginan untuk mengambil ataupun memperkosa milik orang lain yang didasari
oleh sad ripu harus dikendalikan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebagai makhluk yang diciptakan
dengan hawa nafsu dan perasaan, kita harus mengendalikan apa saja yang Tuhan
sudah ciptakan dalam diri kita, termasuk emosi. Maka dari itu mengendalikan
diri dari emosi bisa membuat hidup kita jauh lebih baik. Dengan mengendalikan
emosi, kita bisa menjaga sikap dan reputasi kita di mata orang-orang sekitar.
Jadi, jangan lah mudah terpancing emosi. Kendalikanlah diri anda terlebih dahulu
dan berpikir panjang.
SUMBER:
http://andtheem.blogspot.com/2011/07/tips-cara-mengontrol-emosi-pada-diri.html
http://kkgyparadise.blogspot.com/2012/04/pengendalian-diri.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar